Pesawat kepresidenan Republik Indonesia (RI) dicat ulang dari warna biru putih, menjadi merah putih. Kritik pun mengemuka karena kebijakan tersebut.
Kritik pertama datang dari politikus Partai Demokrat, Andi Arief. Pesawat tersebut berwarna biru muda sejak pertama kali dibeli di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2014.
"Sekarang pesawat kepresidenan berwarna merah. Entah maksudnya apa, bisa warna bendera, bisa juga Corona. Dulu biru. Desain dan warna karya seorang mayor desainer di TNI AU," kata Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief kepada wartawan, Selasa (3/8/2021).
Andi Arief menyebutkan alasan pesawat kepresidenan dicat biru. Andi Arief lantas mengungkit judul lagu yang dipopulerkan Ariel 'NOAH'.
"Dominasi biru langit adalah upaya peningkatan keamanan penerbangan, sebagai warna kamuflase saat terbang," kata Andi Arief.
"Menghapus jejakmu, kata Ariel," kata Andi Arief.
Kemudian, Pengamat penerbangan Alvin Lie menyebut pengecatan pesawat memerlukan biaya yang mahal. Alvin menyoroti hal tersebut apalagi dalam kondisi pandemi seperti saat ini.
Anggota Ombudsman ini menyebutkan untuk biaya cat ulang pesawat setara B737-800 berkisar antara US$ 100 ribu sampai dengan US$ 150 ribu.
"Sekitar Rp 1,4 miliar sampai dengan Rp 2,1 miliar," kata Alvin dikutip dari cuitan di akun twitternya.
Istana menjawab, pengecatan pesawat kepresidenan ulang itu sudah direncanakan sejak dua tahun lalu. Sehingga bukan yang tiba-tiba terjadi.
"Dapat dijelaskan bahwa pengecatan pesawat ini telah direncanakan sejak tahun 2019, serta diharapkan dapat memberikan kebanggaan bagi bangsa dan negara," kata Kepala Sekretariat Presiden, Heru Budi Hartono, dalam keterangan tertulis, Selasa (3/8/2021).
Heru menjelaskan anggaran untuk pengecatan pesawat kepresidenan itu sudah dialokasikan di APBN. Terkait refocusing anggaran untuk penanganan COVID-19, Heru menjelaskan hal itu sudah dilakukan.
"Perlu kami jelaskan bahwa alokasi untuk perawatan dan pengecatan sudah dialokasikan dalam APBN. Selain itu, sebagai upaya untuk pendanaan penanganan COVID, Kementerian Sekretariat Negara juga telah melalukan refocusing anggaran pada APBN 2020 dan APBN 2021, sesuai dengan alokasi yang ditetapkan Menteri Keuangan," ujar Heru.
"Dapat pula kami tambahkan bahwa proses perawatan dan pengecatan dilakukan di dalam negeri, sehingga secara tidak langsung, mendukung industri penerbangan dalam negeri, yang terdampak pandemi," sambung Heru.
Stafsus Mensesneg, Faldo Maldini menjelaskan, pengecetan pesawat kepresidenan Indonesia-1 atau BBJ 2 dilakukan sekaligus servis. Sehingga dianggap lebih efisien.
"Ini bukan rencana baru, sudah dimulai sejak 2019, untuk menyambut hari kemerdekaan ke-75. Namun, Pesawat BBJ 2 itu servis sesuai rekomendasi pabrik jatuh pada 2021. Tadinya, itu satu paket sama beberapa armada lain yang sudah datang waktunya. Sekalian dicat, justru biar lebih efisien," kata Faldo kepada wartawan, Selasa (3/8/2021).
Faldo menegaskan alokasi anggaran saat ini juga sudah sesuai ketentuan untuk dialihkan ke penanganan pandemi COVID-19. Terkait rencana pengecatan ulang pesawat kepresidenan, Faldo mengatakan hal itu harus dilakukan karena sudah dialokasikan di APBN.
"Anggaran saat ini sudah fokus pada pandemi, sesuai dengan aturan dan ketentuan Kementerian Keuangan. Rencana ini tentunya sudah ada juga di dalam APBN, jadi ya harus dilaksanakan," ujar Faldo.
Tonton video 'Ramai Pengecatan Pesawat Kepresidenan, Telan Biaya Hingga Miliaran':
Istana minta jangan dipolitisir. Simak di halaman selanjutnya
Mengemuka Kritik saat Pesawat Kepresidenan Bersalin Rupa - detikNews
Read More
No comments:
Post a Comment